foto by Kanda Sayid M |
MAKALAH
PERBANDINGAN SISTEM DAKWAH
"DAKWAH NABI MUHAMMAD DI FASE MADINAH DAN PENGATURAN
MASYARAKAT ISLAM"
DOSEN PENGAMPU : DR. WAHYUDI KAS, M.PD.I
DI SUSUN OLEH:
CEVI ABDUL GOPUR (A2201399)
MUHAMMAD JIBRAN RACHMADI (A2201401)
MUKHI ASHOBI AL KHOLIK (A2201407)
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-FATAH TAHUN 2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dakwah merupakan segala aktifitas dan kegiatan yang mengajak orang untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang bukan oslami kepada nilai kehidupan yang islami. Aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan mengajak, mendorong, menyeru, tanpa tekanan, paksaan, dan provokasi dan bukan pula dengan bujukan dan rayuan pemberian sembako dan sebagainya.
Dakwah merupalan jalan menuju islam, sebagaimana telah digambarkan dalam Al-Qura'an Q.S Al-Imran: 19. Artinya "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedngkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya".
Dakwah yang dilakukan nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah kenabian untuk pembinaan masyarakat terbagi menjadi dua periode yaitu periode Mekah dan periode Madinah. Setiap periode dakwah nabi Muhammad tersebut mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan kondisi sosial masyarakat yang berbeda.
Misi utama dakwah Rosulullah adalah mewujudkan kemaslahatan semesta dari semua prinsip dan nilai-nilai universalitas Islam. Islam sebagai suatu nili-nilai yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam segala aspeknya dan bukan Islam yang dipahami sebatas simbol dan ritual peribadatan semata. Dakwah Islam merupakan perjuangan jihad di jalan Allah.
Madinah (Yastrib), negeri yang dipilih oleh Allah SWT sebagai tempat hijrah Rasulullah SAW dan sebagai pusat dakwah Islam menuju dunia luas, juga kita dapat menggambarkan awal kelahiran masyarakat Islam yang berdiri sesudah munculnya Islam
Pada periode Madinah, Nabi Muhammad SAW menghadapi masyarakat yang berbeda dengan masyarakat Makkah. Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang Plural. Masyarakat yang terdiri berbagai suku, etnis dan agama. Pluralitas penduduk kota Madinah telah ada sejak sebelum kehadiran Nabi Muhammad SAW, bahkan telah menjadi bagian dari kehidupan integral kota itu. Dalam segi agama, masyarakat Madinah menganut beberapa agama, yaitu agama Paganisme (menyembah berhala), agama Yahudi dan agama Kristen tetapi Minoritas. Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang plural, baik agama, suku, budaya Dan ekonomi.
Rasulullah telah membangun pemerintahan Islam di Madinah dimana masyarakatnya mempunyai latar sosial budaya yang sangat plural (majemuk). Kemajemukan tersebut terlihat pada komposisi penduduk Madinah yang didomisisli oleh berbagai golongan suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang menganut agama dan keyakinan yang berbeda.
Maka sangat menakjubkan sekali jika Rasulullah SAW telah berhasil mengubah kota Madinah sebagai awal mula terbentuknya negara Muslim. Mengingat Madinah tidak hanya terdiri dari beberapa kepercayaan, namun dari beberapa kepercayaan itu terbagi atas beberapa suku. Perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam melakukan dakwahnya untuk merubah masyarakat menjadi pemeluk agama Islam rahmatan lil- alamin, khususnya di Madinah tidak lepas dari penerapan metode dakwah yang digunakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dakwah Nabi Muhammad di Madinah?
2. Bagaimana pengaturan Masyarakat Islam di Madinah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Bagaimana dakwah Nabi Muhammad di Madinah
2. Mengetahui Bagaimana pengaturan Masyarakat Islam di Madinah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dakwah Nabi Muhammad di Fase Madinah
Hijrah Rasulullah terjadi karena sempitnya ruang dakwah Islam bagi kaumMuslim di Makkah. Selain itu, juga masuk islamnya beberapa orang asal Madinah pada tahun ke-11 kenabian dalam gerakan dakwah Rasulullah kepada orang-orang yang datang ke Mekkah, dakwah di kawasan ini berkembang dengan pesat. Tidak ada satu rumahpun dikawaan ini yang tidak mengenal Rasulullah Saw. Setelah setahun kejadian tersebut, mereka mengutus 12 orang perwakilan ke mekkah untuk menemui Rasulullah. Pertemuan tersebut melahirkan baiat aqabah. Mereka berbaiat kepada Rasulullah untuk mengesakan Allah Swt, tidak mencuri, tidak melakukan zina, tidak membunuh anak, dan Rasulullah meminta kepada mereka untuk taat kepada perintah beliau dalam masalah kebaikan.
Tahun ketiga mereka mengutus tujuh puluh dua orang untuk menemui Rasulullah Saw. Pertemuan ini yang disebut dengan baiat aqobah kubro. Isi baiat itu adalah tekad untuk melindungi dan menolong Rasulullah Saw. Dan para sahabatnya serta mangajak Rasulullah Saw untuk hijrah ke madinah.
Peristiwa hijrahnya nabi tersebut ditetapkan sebagai tanggal 1 Rabiul Awal pada tahun hijriyah.
1. Program Pemerintahan
Ketika pemerintahan Madinah terbentuk, Beliau merancang program sebagai berikut:
a. Membangun masjid
Masjid merupakan pusat pendidikan umat islam dan simbol hubungan masyarakat islam dengan Tuhannya. Masjid sangat efektif untuk menghilangkan semua status keduniaan dan menjadikan semua lapisan masyarakat islam hidup tanpa sekat kelas sosial. Semua berbaur dalam masjid untuk menyembah Tuhan yang satu dan mendengarkan pesan Rasul mereka. Saat shalat berjamaah adalah salah satu media komunikasi sesama penduduk yang cukup efektif.
b. Menjalin persatuan sesama muslim
Hubungan sesama warga negara saat itu diikat dengan rasa cinta, saling membantu, dan semangat persaudaraan. Dalam tingkat aplikasinya, kebijakan ini dilaksanakan dengan mempersaudarakan antara orang-orang mujahirin dan ansar. Disamping menjalin persaudaraan antara mujahirin dan ansar, Rasulullah juga membuat perjanjian antar kabilah-kabilah untuk menyingkirkan segala dendam lama yang pernah terjadi diantara mereka.
2. Metode Mujadalah
Pada periode Madinah, Rasulullah sering menggunakan metode mujadalah atau berdiskusi. Hal ini dikarenakan sejak hijrahnya nabi, masyarakat madinah sudah menerima islam tanpa ada penentangan seperti pada periode makkah.
Dalam metode mujadalah terkadang nabi bertindak sebagai penanya atau pendialog. Dengan metode ini Nabi membawa para sahabat dari tidak tahu menjadi mengetahui, dan kemudian meyakini.
Metode dialog seperti ini kadang juga dipandu langsung oleh malaikat jibril. Dalam hal ini malaikat jibril bertindak sebagai penanya atau pendialog sementara Nabi sebagai orang yang ditanya, dan para sahabat sebagai pendengar aktif.
B. Pengaturan Masyarakat Islam
Madinah bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga laboratorium bagi pengembangan masyarakat Islam yang inklusif dan progresif.
Perjuangan nabi Muhammadi di dalam membangun peradaban masyarakat Madinah diakui berhasil secara geilang oleh sejarah kemanusiaan. Yatsrib yang semula dikenal sebagai wilayah yang dihuni oleh masyarakat jahiliyah dengan ciri-ciri banyak konflik, harkat dan martabat perempuan dianggap rendah, perbudakan, penindasan, keadilan dan kejujuran diabaikan, tidak menghargai ilmu pengetahuan, hanya kelompok tertentu yang diistimewakan, dan seterusnya diubah menjadi masyaraat yang berakhlak mulia atau berperadaban tinggi.
Di tengah-tengah masyarakat dunia, dan tidak terkecuali bangsa Indonesia yang juga sedang membangun peradaban seperti sekarang ini, maka melihat sejarah.
Keberhasilan utusan Allah di dalam membangun masyarakat dan ternyata keberhasilannya diakui semua kalangan adalah merupakan keharusan. Pengalaman dan contoh adalah guru terbaik. Masyarakat Madinah dibangun oleh Nabi Muhammad saw hanya memerlukan waktu 10 tahun setelah utusan Allah itu berjuang di Makkah selama 13 tahun.
Manakala diteliti, dari sekian banyak kunci sukses, ada dua hal yang menonjol dan sama sekali tidak boleh diabaikan. Kedua hal itu, pertama adalah bahwa Nabi Muhammad saw., di dalam membangun masyarakat selalu berpegang pada wahyu yang datang dari Allah swt. Sedangkan kunci keberhasilan kedua, Nabi di dalam membangun masyarakat selalu mengutamakan pada perbaikan akhlak mulia kepada semua orang. Dan masih terkait dengan itu hal yang perlu dicatat ialah bahwa, di dalam membangun akhlak, Nabi selalu memulai dari dirinya sendiri.
Kedua hal tersebut adalah menjadi kunci keberhasilan di dalam membangun masyarakat Madinah. Keberhasilan itu, sekalipun sudah melewati waktu belasan abad lamanya, ternyata hingga saat ini getaran-getarannya masih dengan mudah terasakan. Siapapun yang datang ke kota itu, pada umumnya jama'ah haji, dan kembali pulang ke negerinya, biasanya mendapatkan kesan tentang keramahan, kejujuran, dan kesantunan penduduk yang semula daerahnya dikenal dengan sebutan.
Yatsrip. Kedua kunci keberhasilan tersebut dalam batas-batas tertentu hingga sekarang inipun sebenarnya sangat mungkin diimplementasikan oleh siapapun, di dalam membangun masyaraat yang dipimpinnya. Hanya persoalannya adalah, mau atau tidak di dalam menjalankan kepemimpinan dengan mendasarkan pada kedua kunci keberhasilan tersebut. Manakala Rasulullah selalu berpegang pada wahyu, maka sebenarnya siapapun yang mendapatkan amanah memimpin masyarakat, juga berkemungkinan berpegang pada wahyu. Hanya bedanya, Nabi mendapatkan wahyu langsung dari Allah, sementara itu para pemimpin setelah zaman Rasulullah cukup membaca wahyu yang telah terhimpun dalam bentuk kitab suci, yaitu Al Qur'an.
Join To Adsterra Click here...
Tatkala mengetahui bahwa Nabi Muhammad saw., sukses di dalam membangun masyarakat madinah atas dasar al Qur'an, maka para pemimpin yang menghendaki keberhasilan, seharusnya mempedomani kitab suci itu. Apalagi utusan Allah yang terakhir ini secara jelas juga berpesan dengan kalimat kurang lebih sebagai berikut : “telah aku tinggalkan dua hal yang manakala ekau perpegang erat-erat maka engkau tidak akan tersesat selama-lamanya. Dua hal itu adalah al Qur'an dan sunnahku”. Sayangnya, kedua hal itu tidak saja kurang mendapatkan perhatian dari para pemimpinnya, tetapi juga tidak terkecuali, umatnya sendiri belum maksimal di dalam memberikan perhatian terhadap kitab sucinya.
Di Indonesia sendiri, Al Qur'an hanya diajarkan di sekolah-sekolah, termasuk hingga di perguruan tinggi Islam, secara terbatas. Bahkan tidak sedikit umat Islam, sebatas membacanya saja, belum menjadi kebiasaan. Padahal apabila kitab suci diajadikan bahan pelajaran wajib di sekolah-sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, maka generasi ke depan akan memahami tentang tuhannya, ciptaannya, tentang manusia secara menyeluruh, tentang alam, dan juga tentang bagaimana meraih keselmatan dan kebahagiaan baik di dunia hingga akhirat kelak. Pengetahuan seperti itu sebenarnya hanya akan bisa diperoleh melalui kitab suci. Sumber selainnya tidak akan mungkin memberikan informasi tentang hal-hal yang dimaksudkan itu secara benar dan apalagi sempurna.
Kunci keberhasilan yang kedua adalah memang tidak mudah dilakukan oleh siapapun, termasuk para pemimpinnya. Pada umumnya pemimpin, dan juga hal itu menjadi karakter manusia, adalah tidak mudah memberi contoh atau ketauladanan. Pada umumnya, orang lebih pintar memberitahu, menjelaskan, dan menyuruh orang lain melakukan sesuatu, sementara dirinya sendiri belum tentu menjalankannya. Padahal tugas pemimpin, sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw., adalah dirinya sendiri menjalankan terlebih dahulu, dan kemudian orang lain diajak serta. Kebanyakan manusia justru sebaliknya, yaitu menyuruh orang lain melakukan sesuatu, sementara dirinya sendiri hanya mengambil peran sebagai orang yang memerintah atau menyuruh.
Nabi Muhammad saw., misalnya,. mengajak berperilaku adil dan jujur dengan cara memberikan contoh atau ketauladanan. Terkait dengan keadilan Nabi pernah mengatakan bahwa : “seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, maka saya sendiri (Muhammad saw) yang akan memotong tangannya”. Demikian pula terkait dengan kejujuran, sejak sebelum diangkat sebagai rasul, Muhammad dikenal sebagai sosok manusia yang tidak pernah berbohong. Apa saja yang dikatakan oleh Muhammad saw selalu benar atau sama sekali tidak pernah bohong. Hal demikian itu juga diakui oleh orang-orang di Makkah yang memusuhi Muhammad saw., sebelum beliau berhijrah ke Madinah. Atas kejujurannya itu, Muhammad saw sejak sebelum diangkat sebagai rasul telah memperoleh gelar al amin, yang artinya adalah orang yang terpercaya.
Manakala kedua kunci keberhasilan di dalam membangun masyarakat tersebut juga ditiru atau ditauladani oleh para pemimpin di dunia ini, maka upaya membangun masyarakat menjadi lebih beradab atau berakhlak mulia, akan memperoleh keberhasilan pula. Sayangnya, di mana-mana, tidak terkecuali di kalangan kaum muslimin sendiri, ternyata belum banyak yang melaksanakannya secara sungguh- sungguh. Sekalipun banyak orang mengakui dan bahkan mengagumi keberhasilan Nabi Muhammad saw di dalam membangun masyaraat Madinah, tatkala harus meniru jejaknya, ternyata tidak selalu sanggup dan tidak memiliki kemampuan. Oleh karena itu, di saat sedang memperingati hari kelahiran Rasulullah saw dua hal dimaksud perlu menjadi bahan renungan secara saksama, dan bahkan akan menjadi sesuatu yang dahsyat apabila ada tekat, kesunggguhan, dan ketulusan untuk memulai melaksanakannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dakwah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam periode Madinah itu merupakan dakwah lanjutan yang dilakukan Rasulullah pada saat beliau hijrah dari kota Makkah ke kota Madinah. Dimana dalam periode Madinah ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA
Uswatun Khasanah, Siti (2007). Berdakwah Dengan Jalan Debat. Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press
Saputra, Wahidin (2011). Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers Munzier Suprapta,
Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 11
Departenen Agama RI, Al-Quran Terjemah, (Jakarta: Syamil, 2005),h.52.
A. Syalabi Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), h. 116
Posting Komentar